Pada
9 Desember 2025, Jakarta digemparkan oleh kebakaran besar yang melanda gedung
kantor Terra Drone Indonesia di Jalan Letjen Suprapto, Kemayoran. Dilansir dari
Detik News, kebakaran diduga dipicu oleh ledakan baterai drone di area
penyimpanan. Api yang bermula dari lantai dasar dengan cepat menjalar ke
lantai-lantai atas, menghasilkan asap pekat yang menjebak banyak pekerja.
Peristiwa ini menyebabkan sedikitnya 22 orang meninggal dunia, sementara
puluhan lainnya mengalami luka akibat paparan asap dan kesulitan evakuasi.
Menurut
keterangan Karo Dokpol Pusdokkes Polri, Brigjen Nyoman Eddy Purnama, hasil
pemeriksaan forensik menunjukkan bahwa sebagian besar korban meninggal akibat terhirupnya
asap dan gas karbon monoksida (CO). Untuk mengendalikan situasi, tim pemadam
kebakaran mengerahkan lebih dari 28 unit mobil pemadam serta melakukan evakuasi
besar-besaran, termasuk penyelamatan melalui atap gedung.
Kejadian
ini memunculkan berbagai spekulasi mengenai kemungkinan ketidakberfungsian atau
ketidaksesuaian instalasi proteksi kebakaran di gedung tersebut. Komponen
seperti alarm kebakaran, detektor asap atau panas, sistem sprinkler, hidran,
hingga jalur evakuasi merupakan elemen krusial yang wajib dimiliki setiap
perusahaan untuk meminimalkan risiko kebakaran.
Dengan
keberadaan dan fungsi komponen-komponen tersebut, penanganan kebakaran dapat
dilakukan secara lebih cepat dan efektif sehingga dapat menekan jumlah korban
jiwa. Sistem proteksi yang memadai tidak hanya membantu mengendalikan
penyebaran api, tetapi juga memberikan waktu berharga bagi penghuni gedung
untuk melakukan evakuasi dengan aman.
Lalu,
apa yang dimaksud dengan instalasi proteksi kebakaran? Dikutip dari artikel
Total Fire (2021), instalasi proteksi kebakaran merupakan sebuah sistem yang
terdiri atas sarana, perlengkapan, serta peralatan yang terpasang dan terbangun
untuk membentuk sistem proteksi aktif maupun pasif, beserta metode
pengelolaannya. Tujuan utama sistem ini adalah melindungi bangunan dan
lingkungan sekitarnya dari ancaman kebakaran.
Sistem
proteksi ini mencakup proteksi aktif, seperti alarm, detektor asap, sistem
sprinkler, hidran, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Sementara itu, proteksi
pasif meliputi partisi tahan api, pintu fire door, jalur evakuasi, material
bangunan tahan panas, dan ventilasi darurat. Peran instalasi proteksi kebakaran
bukan hanya memadamkan api, tetapi juga mengendalikan asap, yang sering kali
menjadi faktor utama penyebab kematian pada insiden kebakaran gedung.
Namun,
alat-alat tersebut juga perlu menjalani riksa uji sesuai ketentuan regulasi
yang berlaku. Riksa uji merupakan proses pengecekan menyeluruh terhadap seluruh
peralatan proteksi kebakaran untuk memastikan bahwa setiap komponen layak dan
berfungsi dengan baik. Proses ini meliputi:
1. Uji
alarm dan detektor asap
2. Pengujian
tekanan hydrant dan pompa air
3. Pemeriksaan
APAR serta pengecekan tanggal kedaluwarsa media pemadam
4. Pengecekan
fungsional sprinkler
5. Inspeksi
fisik jalur evakuasi dan pintu darurat
Proses
ini tidak hanya dilakukan pada saat instalasi pertama dipasang, tetapi juga
wajib dilaksanakan secara berkala, karena sistem proteksi kebakaran dapat
mengalami penurunan fungsi akibat korosi, kebocoran, kerusakan sensor, maupun
masalah teknis lainnya seiring waktu.
Dengan
demikian, memastikan setiap instalasi proteksi kebakaran telah melalui riksa
uji dan dinyatakan laik operasi bukan sekadar formalitas administratif,
melainkan kewajiban keselamatan kerja yang sangat penting. Kasus kebakaran
Terra Drone menjadi pengingat bahwa kegagalan sistem proteksi kebakaran dapat
berakibat fatal dan menelan korban jiwa dalam jumlah besar.